Sudah menjadi rahasia umum ketika mengatakan bahwa negara Indonesia
adalah negara yang memiliki ribuan Sumber Daya Alam (SDA) yang berharga,
mulai dari sumber daya alam yang dapat diperbaharui seperti tumbuhan,
hewan, dan lain-lainnya hingga Sumber Daya Alam yang tidak dapat
diperbaharui seperti minyak, gas dan tambang. SDA ini begitu melimpah
ruah hingga sekelompok seniman music pernah menyampaikan bahwa tanah
kita adalah tanah surga dimana tongkat kayu dan batu jadi tanaman.
Pertanyanya kemudian sudahkah kekayaan itu menyejahterakan bangsa
Indonesia?
Untuk menjawab pertanyaan itu, salah satu aspek yang dapat dijadikan
acuan sudahkah SDA Indonesia telah menyejahterakan bangsa ini adalah
dunia pertambangan. Indonesia diketahui memiliki produksi emas sebesar
6,7 % dari total produksi emas di dunia atau peringkat ke-6 di dunia,
Logam tembaga di Indonesia diproduksi sebanyak 10,4 % dan menduduki
posisi ke-2 di dunia, batubara di Indonesia tercatat berproduksi
sebanyak 246 juta ton atau berada di peringkat ke-6 terbesar di dunia
setelah China, Amerika, Australia, India dan Rusia. Dan masih banyak
lagi mineral-mineral lain yang akan membuka mata kita betapa besar
jumlah mineral tambang yang terkubur di dalam tanah Indonesia. Namun,
pertanyaanya kemudian adalah apakah hasil tambang itu telah dirasakan
kemanfaatannya oleh seluruh bangsa ini? Nyatanya belum, karena sebagian
besar hasil tambang di Indonesia di ekspor dan dalam keadaan “mentah”.
Kita ketahui bersama mineral tambang, sebelum menjadi barang yang
dapat dimanfaatkan dalam prosesnya harus melalui sedikitnya tiga
tahapan, tahap pertama adalah tahap penambangan ore (bijih
tambang)
yang bisa disebut juga sebagai bahan mentah dari proses pertambangan.
Kemudian tahap kedua adalah proses konsentrasi yakni proses pengolahan ore
menjadi bahan setengah jadi atau biasa disebut consentrate
dan tahap terakhir adalah tahap ekstraksi yakni tahap bahan setengah
jadi menjadi logam yang siap digunakan dan dipasarkan, tahap ini biasa
dilakukan di dalam pabrik peleburan yang disebut dengan pabrik smelter.
Indonesia sebagai negeri penghasil ore (bijih tambang) memiliki ironi
dimana sebagian besar ore atau consentrate
ini diekspor secara langsung tanpa ada pemrosesan terlebih dahulu.
Padahal dalam proses pemrosesan ini ada peningkatan nilai ekonomi yang
terjadi pada barang hasil tambang. Lebih miris lagi ketika diketahui
bahwa ore atau consentrate yang diekspor Indonesia
kini kembali diimpor ke Indonesia dalam bentuk logam-logam yang siap
pakai. Artinya Indonesia hanyalah negara konsumen bagi produk asing yang
seyogyanya barang itu bahan mentahnya berasal dari dalam negri. Ironi!
Namun ironi-ironi yang telah terjadi dalam dunia pertambangan ini
akan sangat mungkin terhenti dengan dikeluarkannya peraturan Berupa UU
No. 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara serta Peraturan Menteri
ESDM Nomor 7 Tahun 2012 yang berisi mengenai kewajiban bagi Para
Pemegang IUP Operasi Produksi Mineral untuk melakukan kegiatan
pengolahan dan pemurnian, dan/atau bentuk kerja sama pengolahan dan
pemurnian mineral di dalam negeri yang akan mulai diberlakukan pada
tahun 2014. Artinya Indonesia tidak akan lagi menjual barang mentah ke
luar negeri karena proses perubahan dari bahan mentah (ore) menjadi
bahan jadi (logam) harus dilakukan di Indonesia.
UU Minerba dan peraturan Menteri ESDM ini mendorong Indonesia untuk
mampu memanfaatkan nilai tambah dari bahan tambang yang selama ini
dikeruk dari perut bumi negri ini. Dengan kata lain proses peningkatan
nilai ini akan mendorong geliat perekonomian Indonesia baik di sector
pertambangan bijih sebagai industry hulu maupun dalam proses
pengolahannya sebagai industry hilirnya. Tantangan dari pelaksanaan UU
No.4 tahun 2009 dan peraturan Menteri ESDM no 7 tahun 2012 ini memang
tetap ada, seperti pembuatan pabrik smelter yang harus
disegerakan, penyedian energy yang harus mencukupi serta peraturan –
peraturan pertambangan lain yang mampu membuat tambang yang pro terhadap
kesejahteraan rakyat Indonesia.
Sebuah keniscayaan yang akan terjadi dengan diberlakukanya peraturan
ini adalah Indonesia mampu meningkatkan harga jual hasil tambang dari
hanya sebuah bahan mentah menjadi bahan jadi yang siap pakai yang
pastinya secara ekonomi akan meningkat berkali lipat. Selain itu,
kegiatan ekonomi rakyat seperti rumah makan, penginapan, transportasi
dan lain-lainnya akan menjadi multiplayer effect dari
terbentuknya pabrik-pabrik baru dalam pengolahan tambang.
Hal lain yang akan menjadi berita bagus bagi perekonomian Indonesia
dengan diberlakukannya peraturan ini adalah semakin meningkatknya hiruk
pikuk di industry hulu dari proses pertambangan ini, yakni Industi
tambang mineral (bijih). Kita ketahui bersama area pertambangan biasa
terjadi diwilayah yang jauh dari hiruk pikuk kota dan berada di
kawasan-kawasan yang memiliki ketertinggalan dibidang infrastruktur
serta tingkat kesejahteraan yang masih rendah yang dimiliki oleh
masyarakat sekitarnya. Hiruk pikuk dunia tambang niscaya akan membangun
juga geliat perekonomian di kawasan tersebut sebagai efek domino yang
terjadi. Selain pastiya ditunjang pula dengan program-program Corpoorate
Social Responsibility (CSR) yang harus dilakukan oleh perusahan
tambang tersebut bagi kawasan di sekitar area tambang.
Bentuk peningkatan kesejahteraan masyarkat serta meningkatnya
infrastruktur di area tambang pernah penulis ketahui secara langsung di
salah satu area pertambangan tembaga di daerah Kabupaten Sumbawa, Nusa
Tenggara Barat (NTB) yakni PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT). Bagaimana
di daerah tersebut menjadi sangat maju secara infrastruktur dan
pemasukan kas pemerintah daerah maupun ekonomi masyarakatnya juga
meningkat berlipat akibat geliat ekonomi yang terjadi. Kemajuan
tersebut dapat terlihat dari infrastruktur sebelum dan pasca perusahaan
ini terbangun hingga dari aspek tingkat pendidikan masyarakat di
sekitar perusahaan ini yang meningkat setelah perusahaan ini berdiri.
Dalam catatan yang ada PT NNTi mulai berproduksi pada tahun 2000.
Berarti dalam kurun waktu_+ 12 tahun efek dari PT NNT sebagai salah satu
industry hulu pertambangan mampu meningkatkan taraf hidup warga
disekitarnya. Inilah yang akan menjadi kenyataan di wilayah-wilayah lain
ketika perusahaan-perusahaan tambang telah tegak berdiri.
Berkaca pada negara-negara yang mapu mensejaterakan rakayatnya dengan
Sumber Daya Alam (SDA) yang dimiliki seperti Arab Saudi dengan
minyaknya, Afrika Selatan dengan Emasnya, Australia dengan berbagia
mineral berharganya maka sudah selayaknya Indonesia sebagai negeri
bertanahkan tanah surga dan berlautkan kolam susu harus mampu
memanfaatkan anugerah Tuhan yang telah diberikan untuk kemajuan seluruh
bangsa ini. Penerbitan UU No.4 thn 2009 tentang Minerba serta Peraturan
Mentri ESDM no 7 Thn 2012 harus kita sambut hangat dan momentum untuk
menjadikan masyarakat Indonesia yang kaya dan sejahtera karena tambang
yang dimiliki dan dikelola dengan baik menjadi sebuah keniscayaan bukan
kenestapaan.
sumber :
http://suma.ui.ac.id/2012/05/30/ketika-indonesia-bersiap-menjadi-negara-kaya-karena-tambang/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar